UU No. 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja

.

Newslater

Newsletter

Isi Artikel

Bagikan Artikel Ini :

UU Cipta Kerja
Isi Artikel

Masih hangat diperbincangkan pengesahan RUU Cipta Kerja yang telah sah menjadi UU Cipta Kerja pada tahun 2020.

Undang-undang ini memunculkan pro dan kontra di kalangan pekerja, perusahaan, hingga pemerintahan. Munculnya pro dan kontra disebabkan adanya kekhawatiran hilangnya hak-hak pekerja yang semula tercantum pada UU No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Benarkan demikian? Apa yang sebenarnya tercantum dalam UU No. 11 Tahun 2020 tentang cipta kerja ini, sehingga menimbulkan kekhawatiran para pekerja di Indonesia?

LinovHR kali ini akan membahas secara lengkap apa yang dimaksud dengan UU Cipta Kerja atau Omnibus Law ini, dan dampaknya bagi tenaga kerja di Indonesia.

 

 

Apa itu Omnibus Law? 

Pasti banyak orang yang yang bertanya-tanya apa itu Omnibus Law dan hubungannya dengan UU Cipta kerja. Omnibus Law merupakan sebuah konsep penggabungan resmi atau amandemen beberapa undang-undang menghasilkan kesatuan bentuk undang-undang baru.

Undang-undang No. 11 tahun 2020 ini dibuat dengan harapan mempermudah regulasi pengusaha dalam menjalankan kegiatan operasinya. Dengan kondisi tersebut, diharapkan investasi dari luar negeri akan semakin banyak masuk ke Indonesia.

 

Baca Juga: Perppu Cipta Kerja telah Disahkan, Apa Saja Poin-Poinnya?

 

Poin UU Cipta Kerja

uu cipta kerja omnimbus law
Poin UU Ciptaker

 

Sejak akhir tahun lalu Omnibus Law Cipta Kerja menuai beragam sorotan publik. Sebagai seorang profesional dalam pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM), HRD harus up-to-date mengenai informasi ini.

Berikut ini 7 poin Omnibus Law UU Cipta Kerja yang menjadi sorotan di tengah masyarakat:

 

1. Tentang Upah Minimum

Dalam UU Cipta Kerja menetapkan adanya upah satuan hasil dan waktu. Selain itu, menghapus upah minimum sektoral dan upah minimum kota. Adapun penentuan upah minimum akan didasari oleh upah minimum provinsi (UMP).

Pemberian UMP berdasarkan tingkat inflasi atau perekonomian provisi tersebut dan ditetapkan oleh gubernur.  UU Cipta Kerja juga menghapus denda bagi perusahaan yang telat membayar upah para pekerja.

Jika peraturan sebelumnya mengatur 7 kebijakan pengupahan, terdapat 4 kebijakan dihapus dalam UU Cipta kerja ini diantaranya adalah:

  • Upah menjalankan hak waktu istirahat kerja
  • Upah pembayaran pesangon
  • Upah PPh
  • Denda dan potongan upah

 

2. Tentang Hak Cuti

Menyoal regulasi hak cuti bagi pekerja juga mengalami perubahan regulasi. UU No. 11 Tahun 2020 ini menegaskan hak cuti pekerja berdasarkan Perjanjian Kerja Bersama yang disepakati antara pengusaha dan pekerja.

Cuti hanya berlaku untuk pekerja yang telah bekerja selama 12 bulan berturut-turut. Disamping itu, tidak diberlakukan lagi hak pekerja mengambil cuti panjang selama 2 bulan per 6 tahun kerja serta cuti hamil.

 

3. Tentang PKWT

Pada UU Ketenagakerjaan Tahun 2003 terdapat pasal yang berbunyi:

 

Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun ” Pasal 59 ayat (1) UU Nomor 13 Tahun 2003.

 

Sementara di UU Cipta Kerja, pasal mengenai PKWT di UU Nomor 13 Tahun 2003 dihapus. Hal ini menimbulkan sorotan di tengah masyarakat, karena  jangka waktu kontrak kerja menjadi abu-abu.

 

Baca Juga: Cara Menghitung Uang Kompensasi PKWT Berdasarkan Aturan

 

4. Tentang Pesangon

UU Cipta Kerja mengubah banyak tentang pesangon. Salah satunya dalam pasal Pasal 156 yang mana terdapat perbedaan kontras mengenai perhitungan pesangon.

Di UU terbaru, salah satu poin yang berubah dalam pasal 156 Omnibus Law adalah aspek penggantian pengobatan dan perawatan bagi karyawan.

Dalam UU No. 13 Tahun 2013, penggantian perumahan, pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% dari pesangon bagi pekerja yang memenuhi syarat. Sementara dalam UU Cipta Kerja terbaru, poin tersebut dihapus.  

Dalam UU Cipta kerja terkait pesangon, tidak ada uang pesangon untuk:

  1. Pekerja/buruh yang menerima PHK karena surat peringatan.
  2. Pekerja/buruh yang menerima PHK karena peleburan/pergantian status kepemilikan perusahaan.
  3. Pekerja/buruh yang menerima PHK, karena perusahaan merugi 2 tahun dan pailit.
  4. Untuk ahli waris atau keluarga jika buruh meninggal.
  5. Pekerja/buruh yang menerima PHK karena memasuki usia pensiun dini.

 

5. Tentang Waktu Kerja

Menyoal ketentuan waktu kerja juga mengalami sedikit perubahan. Pemerintah mewajibkan pengusaha yang membuat pekerja atau buruh lembur membuat persetujuan atau perjanjian. Namun, pengusaha tetap wajib membayar upah kerja lembur kepada pekerja.

Waktu kerja ditetapkan selama 7 jam sehari dan total 40 jam untuk 6 hari kerja. Pilihan waktu kerja lain adalah 8 jam sehari dan 40 jam untuk 5 hari kerja.

Ketentuan waktu kerja tersebut tidak berlaku pada sektor usaha dan pekerjaan tertentu yang diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP).

 

Baca Juga: Pengelolaan K3 oleh HRD demi Keselamatan Kerja

 

6. Tentang Tenaga Kerja Asing (TKA)

UU Cipta Kerja, menghapus aturan tentang jabatan dan kompetensi yang harus dimiliki tenaga kerja asing (TKA). Jadi, TKA dapat bekerja di suatu perusahaan apabila disponsori oleh Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) dan perizinan lainnya.

Disamping itu, perusahaan yang akan mempekerjakan TKA tidak perlu menulis izin tertulis yang diajukan kepada pemerintah.

Adapun gantinya pengusaha wajib melaporkan rencana penggunaan TKA. Namun, perusahaan wajib mempekerjakan pekerja Indonesia lebih banyak sesuai dengan Pasal 33 Ayat 1 UU Cipta Kerja.

 

7. Tentang Outsourcing

Poin terakhir yang menjadi sorotan adalah ketentuan tenaga kerja outsourcing. Tidak ada lagi batasan pekerjaan-pekerjaan yang dilarang dilakukan oleh pekerja alih daya.

Sehingga memungkinkan perusahaan outsourcing mempekerjakan pekerja atau buruh dalam berbagai tugas. Termasuk juga menjadi pekerja lepas dan pekerja penuh waktu.

 

Baca Juga: Sah! Ini Isi UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP)

 

Kesimpulan

UU Cipta Kerja merupakan produk hukum yang menuai kontroversi. Apabila ditelusuri lebih mendalam, pekerja dapat menentukan nasibnya dalam suatu perusahaan sejak disepakatinya Perjanjian Kerja Bersama ketika tahap awal perekrutan.

Untuk itulah pihak HRD pun harus memahami dengan benar bagaimana intisari dan implementasinya agar tidak merugikan pihak pekerja maupun perusahaan.

Walau bagaimanapun juga UU No. 11 Tahun 2020 tentang cipta kerja ini dibuat demi memajukan ekonomi indonesia menjadi lebih baik lagi. 

 

Solusi Penerapan UU Cipta Kerja Efisien Bersama LinovHR

LinovHR

 

Peraturan baru memaksa HRD perusahaan bekerja cepat untuk beradaptasi dan mengimplementasi atas perubahan peraturan tersebut.

Namun, saat ini dengan Software HRIS LinovHR, pengelolaan penggajian, pajak penghasilan, hingga monitoring kinerja karyawan, lebih mudah.

Penggajian menggunakan aplikasi payroll LinovHR lebih efektif dan sistematis. Gaji karyawan dihitung secara otomatis dengan hasil yang akurat sehingga, HR tidak lagi menghabiskan waktu berhari-hari untuk menghitung gaji karyawan.

Yuk, tunggu apalagi? Gunakan LinovHR sekarang untuk efisiensi kerja HR!

Tentang Penulis

Picture of Admin LinovHR
Admin LinovHR

Akun Admin dikelola oleh tim digital sebagai representasi LinovHR dalam menyajikan artikel berkualitas terkait human resource maupun dunia kerja.

Bagikan Artikel Ini :

Related Articles

Newslater

Newsletter

Tentang Penulis

Picture of Admin LinovHR
Admin LinovHR

Akun Admin dikelola oleh tim digital sebagai representasi LinovHR dalam menyajikan artikel berkualitas terkait human resource maupun dunia kerja.

Artikel Terbaru

Telusuri informasi dan solusi HR di sini!

Subscribe newsletter LinovHR sekarang, ikuti perkembangan tren HR dan dunia kerja terkini agar jadi yang terdepan di industri

Newsletter