Cuti melahirkan adalah salah satu hak yang didapatkan oleh pekerjaan perempuan dari perusahaan.
Hak cuti melahirkan ini telah diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003 yang dimana setiap perusahaan diwajibkan untuk memberikan cuti kepada karyawan perempuannya yang hendak melakukan persalinan.
Terbaru, ketentuan cuti melahirkan diperbarui disusul dengan disahkannya UU KIA.
Sesuai dengan UU KIA, cuti melahirkan 6 bulan bisa didapatkan oleh seorang pekerja perempuan.
Lantas, seperti apa poin penting dalam UU KIA dan bagaimana perhitungan gaji karyawan yang cuti melahirkan selama 6 bulan? Mari simak penjelasannya dalam artikel LinovHR berikut ini!
Poin Penting Cuti Melahirkan 6 Bulan dalam UU KIA
Setelah sebelumnya hanya sebatas RUU, pada Rapat Paripurna DPR RI ke-19 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2023-2024 akhirnya menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan menjadi undang-undang.
Dengan disahkannya UU KIA ini, terdapat beberapa poin penting yang perlu diperhatikan oleh HR, perusahaan, serta pekerja perempuan.
1. Cuti Melahirkan 6 Bulan
Seperti yang kita ketahui, sebelumnya seorang karyawan wanita yang melahirkan hanya akan mendapatkan cuti selama tiga bulan.
Namun, setelah disahkannya UU KIA, seorang ibu pekerja bisa mendapatkan cuti melahirkan selama 6 bulan jika terdapat kondisi khusus yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter.
Hal ini tertuang dalam Pasal 4 Ayat 3 huruf a, dengan syarat:
- Cuti melahirkan paling singkat 3 bulan pertama, dan
- Paling lama 3 bulan berikutnya jika terdapat kondisi khusus yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter.
Baca Juga: 15 Cuti Karyawan Menurut UU Ketenagakerjaan
2. Jaminan Tetap Mendapatkan Gaji Selama Cuti
Sesuai dengan ketentuan undang-undangan ini, perusahaan tetap diwajibkan untuk membayar gaji karyawan yang melakukan cuti melahirkan selama 6 bulan. Ini tertuang dalam Pasal 5 ayat 2.
- Secara penuh untuk 3 bulan pertama,
- Secara penuh untuk bulan keempat,
- 75% dari upah untuk bulan kelima dan keenam.
Selain akan mendapatkan gaji, perusahaan juga tidak boleh memberhentikan karyawan tersebut dari pekerjaannya.
Jika karyawan melahirkan diberhentikan atau tidak menerima hak cutinya, ia berhak menerima pendampingan hukum dari Pemerintah Pusat dan Daerah.
3. Pendampingan Cuti Melahirkan
Pada Pasal 4 ayat (1) huruf c, disebutkan bahwa setiap ibu berhak mendapatkan pendampingan saat melahirkan atau keguguran dari suami dan/atau keluarga.
Lebih lanjut lagi, Pasal 6 ayat (1) dan (2) mengatur tentang cuti yang bisa didapat karyawan laki-laki ketika mendampingi istrinya melahirkan.
Sesuai dengan UU KIA tersebut, suami yang mendampingi istri melahirkan berhak mendapatkan hak cuti pendampingan berupa cuti melahirkan paling lama 40 (empat puluh) hari atau cuti keguguran paling lama 7 (tujuh hari).
4. Cuti Keguguran
Selain itu, karyawan wanita juga berhak menerima cuti keguguran. Sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b.
“Setiap Ibu yang bekerja berhak mendapatkan waktu istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan jika mengalami keguguran.“
5. Hak Ibu Setelah Melahirkan
Setelah melahirkan, Ibu pekerja juga memiliki hak yang harus diterima. Hak-hak tersebut yaitu kesempatan untuk memberi ASI dan menerima cuti tambahan yang berkaitan dengan anak.
Ketentuan ini terdapat pada UU KIA Pasal 4 ayat 3 huruf c dan huruf d.
“Setiap Ibu yang bekerja berhak mendapatkan kesempatan dan tempat untuk melakukan laktasi (menyusui, menyiapkan, dan/atau menyimpan Air Susu Ibu Perah (ASIP) selama waktu kerja, dan/atau mendapatkan cuti yang diperlukan untuk kepentingan terbaik bagi Anak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Skema Penggajian Cuti Melahirkan
Pemerintah telah menegaskan bahwa karyawan wanita yang mengambil cuti melahirkan selama 6 bulan harus tetap menerima gajinya.
Namun, penggajian karyawan yang cuti melahirkan 6 bulan tidak sama dengan karyawan biasa.
Ketentuan tentang gaji karyawan yang mengambil cuti karyawan 6 bulan telah diatur dalam UU KIA Pasal 5 ayat (2).
“Setiap Ibu yang melaksanakan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a mendapatkan hak secara penuh 100% (seratus persen) untuk 3 (tiga) bulan pertama dan 75% (tujuh puluh lima persen) untuk 3 (tiga) bulan berikutnya.“
Maka, bisa disimpulkan bahwa karyawan wanita yang cuti melahirkan akan menerima gaji penuh selama 3 bulan pertama dan 75% gaji selama 3 bulan selanjutnya.
Gaji tersebut harus diterima karyawan, karena dalam ayat selanjutnya disebutkan bahwa karyawan berhak menerima pendampingan hukum jika tidak menerima hak gajinya.
Dengan peraturan terbaru mengenai cuti ini, tentu perusahaan harus dapat menyesuaikan lagi pengelolaan cuti karyawan.
Baca Juga: Perusahaan Wajib Berikan Cuti Berkabung pada Karyawan
Mengelola Cuti dengan Mudah Bersama LinovHR
Tentu akan menjadi tantangan baru untuk para HR dimana biasanya banyak cuti yang tidak terhitung atau pengajuan cuti karyawan yang ditolak.
Ini semua kebanyakan terjadi pada perusahaan yang masih menggunakan pengelolaan cuti dengan cara manual.
Sebenarnya, perusahaan Anda bisa menggunakan aplikasi absen online yang sudah dilengkapi dengan pengajuan cuti agar pengelolaan dan pengajuan cuti bisa dilakukan lebih mudah.
Salah satu aplikasi absen online yang sudah dilengkapi dengan fitur pengajuan cuti adalah LinovHR. Aplikasi absen online LinovHR memiliki fitur request di mana fitur tersebut mengakomodasi karyawan untuk mengajukan cuti secara mandiri dan Anda bisa langsung melakukan approval.
Selain memberikan kemudahan dalam pengelolaan cuti, aplikasi LinovHR juga memberikan Anda kemudahan dalam pengelolaan kehadiran dan lembur karyawan.
Yuk, hubungi kami dan dapatkan jadwal demo gratis untuk mengenal lebih dalam tentang aplikasi absen online!