Dalam proses rekrutmen, CV menjadi salah satu dokumen penting untuk menilai perjalanan karir seorang kandidat. Sering kali HR menemukan adanya “gap time” atau jeda waktu tertentu pada kandidat dengan catatan tidak bekerja di perusahaan manapun.
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan, apakah gap time tersebut wajar atau patut dicurigai? Artikel ini akan menjelaskan secara lengkap, mulai dari pengertian sampai dengan cara HR menilai dan menggali gap time secara objektif.
Key Takeaways
- Gap time di CV adalah jeda karir yang sering menimbulkan pertanyaan, baik terkait alasan personal maupun profesional.
- HR perlu mewaspadai kondisi tertentu, seperti durasi gap yang panjang tanpa aktivitas jelas, pola yang berulang, atau jawaban kandidat yang tidak konsisten.
Apa Itu Gap Time di CV?
Gap time pada CV merupakan sebutan untuk periode waktu di mana seseorang tidak memiliki posisi kerja formal yang tercatat secara konsisten dalam riwayat karirnya. Seseorang berhenti dari pekerjaan lama dan memulai pekerjaan baru beberapa bulan atau tahun kemudian, tanpa adanya aktivitas atau pekerjaan profesional yang sedang dilakukan.
Gap time seringkali dianggap sebagai celah di antara jam kerja resmi atau periode ketika seseorang “off the clock”. Meskipun dalam banyak kasus gap bukan sesuatu yang otomatis bermasalah, namun dari sudut pandang HR “gap time” sering memicu banyak sekali pertanyaan.
Seperti “Apa yang dilakukan selama waktu gap time?” atau “Adakah aktivitas produktif seperti kursus, project freelance, dan volunteer?” sampai dengan “Apakah gap time tersebut disebabkan oleh kondisi negatif seperti PHK, konflik lingkungan kerja, dan masalah pada performa kandidat?”
Maka, gap time bukanlah suatu hal kosong dalam sejarah kerja, melainkan bagaimana kandidat dapat menjelaskan bagaimana hal tersebut bisa terjadi secara kredibel.
Baca juga : Mengenal Curriculum Vitae dan Cara Membuat CV yang Menarik
Kapan Gap Time Perlu Diwaspadai oleh HR?

Gap time sebaiknya tidak langsung dianggap sebagai titik lemah seorang kandidat, namun HR perlu waspada ketika beberapa kondisi berikut ini muncul pada kandidat.
1. Durasi Panjang tanpa Penjelasan
Jika gap berlangsung sangat lama dalam rentang waktu 6 bulan sampai 1 tahun bahkan lebih dan tanpa ada aktivitas profesional yang jelas.
Hal ini dapat memunculkan keraguan akan kontinuitas kompetensi, relevansi kemampuan, dengan perkembangan industri terbaru, dan komitmen kandidat.
2. Gap Time yang Berulang
Apabila kandidat mempunyai pola sering berpindah pekerjaan dengan interval kosong antar pekerjaan, maka hal ini dapat menimbulkan pertanyaan mengenai stabilitas, kemampuan adaptasi, dan alasan dibalik pemutusan kerja yang berulang.
3. Ketidakjelasan saat Menjawab
Saat sesi interview, kandidat tidak bisa memberikan jawaban yang meyakinkan atau konsisten mengenai apa yang mereka lakukan selama gap time tersebut. Jawaban yang diberikan terlalu ambigu dan tampak menyembunyikan sesuatu akan menimbulkan ketidakpercayaan.
4. Gap terjadi pada Masa Aktif
Jika gap time muncul saat karir kandidat sedang berkembang pesat atau pada saat kandidat memiliki tanggung jawab yang semakin besar.
Maka hal ini wajib dipertanyakan “Mengapa kamu berhenti saat itu?” terutama jika gap tersebut memotong proyek penting atau terjadi transisi yang signifikan.
5. Gap dengan Konteks Industri yang Cepat Berubah
Untuk beberapa bidang seperti teknologi, digital, dan regulasi. Gap time yang terjadi terlalu lama akan menimbulkan seseorang kehilangan momentum dalam keterampilan terbaru, jaringan profesional, sampai eksposur terhadap tren.
Cara HR Menilai dan Menggali Gap Time Secara Objektif
Setelah mengetahui kapan gap time perlu diwaspadai oleh HR, berikut ini beberapa cara HR untuk menilai dan menggali gap time secara objektif dan wajib Anda kenali.
1. Periksa Kronologi Karir
Jangan terburu-buru menganggap gap time sebagai hal negatif. Lihat keseluruhan riwayat karir kandidat, termasuk alasan kandidat berpindah kerja dan berapa lama bekerja di posisi sebelumnya.
Hal ini memudahkan HR untuk menilai apakah gap time memang sesuatu yang wajar atau justru berulang tanpa alasan yang jelas.
2. Tanyakan Alasan dengan Empati
Ketika sesi interview berlangsung, HR dapat menanyakan secara terbuka alasan kandidat memiliki jeda dalam karirnya. Pertanyaan yang bisa diajukan dengan nada netral seperti
“Bisa ceritakan aktivitas Anda selama periode tersebut?”
Pertanyaan ini membuat kandidat merasa nyaman dan HR dapat menemukan jawaban dan informasi dari kandidat yang lebih jujur serta komprehensif.
3. Evaluasi Kegiatan Selama Gap Time
Tidak semua gap time dapat diartikan sebagai menganggur tanpa produktivitas. Kandidat mungkin mengambil kursus, melanjutkan studi, mengurus keluarga, atau bahkan menjalankan usaha pribadi.
Aktivitas tersebut justru bisa menambah nilai positif, hal ini disebabkan oleh inisiatif dan keterampilan tambahan yang mungkin relevan dengan posisi yang dibutuhkan oleh perusahaan.
4. Fokus pada Keterampilan dan Potensi
HR sebaiknya menilai apakah kandidat tetap memiliki keterampilan yang relevan dengan posisi yang dilamar. Pengalaman kerja sebelumnya, sertifikasi, dan soft skills bisa menjadi indikator yang akurat daripada sekedar menilai gap time sebagai catatan negatif para kandidat.
5. Bandingkan dengan Kebutuhan Perusahaan
Penilaian harus kembali pada kebutuhan posisi di perusahaan, apabila gap time tidak mempengaruhi kemampuan kandidat dalam memenuhi kualifikasi dan target perusahaan maka sebaiknya gap time tidak dijadikan alasan utama untuk menolak kandidat.
Solusi Tepat untuk Menilai Kandidat Secara Objektif bersama LinovHR!
Mengelola proses rekrutmen bukanlah hal yang sederhana, terutama jika HR dihadapkan dengan kandidat yang memiliki gap time pada CV. Tanpa sistem yang tepat, HR bisa terjebak pada penilaian subjektif dan membuat potensi kandidat berkualitas terlewatkan.

Gunakan Software HRIS dari LinovHR dengan modul recruitment, ATS, sampai dengan talent management. LinovHR akan memudahkan HR untuk menilai kandidat secara menyeluruh dan objektif. Coba dengan demo gratis sekarang dan rasakan kemudahannya!