Mengapa Emotional Intelligence Penting bagi Rekruter? Kunci Merekrut Talenta Terbaik

.

Isi Artikel

Bagikan Artikel Ini :

Mengapa Emotional Intelligence Penting bagi Rekruter? Kunci Merekrut Talenta Terbaik
Isi Artikel

CV bagus dan skill teknis tinggi belum tentu menjamin kandidat cocok bekerja di sebuah perusahaan. Masalah sering muncul bukan dari apa yang mereka bisa lakukan, tapi dari hal-hal yang tak terlihat di atas kertas, seperti cara mereka berinteraksi, bekerja sama, dan menyesuaikan diri.

Itulah sebabnya rekruter saat ini tidak cukup hanya jago menilai kemampuan teknis. Diperlukan Emotional Intelligence untuk memahami sosok di balik CV, mulai dari cara kandidat berpikir, berkomunikasi, dan apakah kandidat tersebut benar-benar cocok dengan budaya perusahaan.

Namun, sebenarnya apa itu Emotional Intelligence? Mengapa hal tersebut penting bagi seorang rekruter?

Simak jawaban lengkapnya di artikel berikut ini!

Apa Itu Emotional Intelligence?

Emotional Intelligence atau kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang untuk mengelola emosi diri sendiri sekaligus memahami emosi orang lain di sekitarnya.

Orang dengan Emotional Intelligence yang tinggi dapat mengetahui apa yang ia rasakan, mengerti maknanya, bisa mengelolanya, dan memahami bagaimana hal itu memengaruhi orang-orang di sekitarnya.

Dalam konteks rekrutmen, rekruter dengan kecerdasan emosional yang tinggi berarti mampu menavigasi interaksi yang kompleks dengan kandidat dan hiring manager secara efektif.

Menurut model populer dari psikolog Daniel Goleman, EQ terdiri dari lima komponen utama, yaitu:

  1. Self-Awareness (Kesadaran Diri): Memahami emosi, kekuatan, kelemahan, dan bias diri sendiri, serta dampaknya pada orang lain.
  2. Self-Regulation (Regulasi Diri): Kemampuan untuk mengelola atau mengendalikan emosi dan impuls yang mengganggu.
  3. Motivation (Motivasi Intrinsik): Dorongan dari dalam untuk bekerja menuju tujuan dengan energi dan ketekunan.
  4. Empathy (Empati): Kemampuan untuk memahami dan merasakan perspektif emosional orang lain.
  5. Social Skills (Keterampilan Sosial): Keahlian dalam membangun hubungan, mengelola jaringan, dan menemukan titik temu.

Baca juga: Emotional Intelligence: Pengertian dan Mengapa Penting di Kantor

Mengapa Emotional Intelligence Penting bagi Seorang Rekruter?

Emotional Intelligence sangat penting bagi seorang rekruter karena tugasnya yang harus berkomunikasi dan berhubungan dengan banyak orang.

Rekruter yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi memiliki kemampuan menavigasi interaksi yang kompleks dengan kandidat dan hiring manager secara efektif.

Berikut ini beberapa alasan pentingnya Emotional Intelligence bagi seorang rekruter:

1. Membangun Hubungan dan Komunikasi yang Efektif

Dalam dunia rekrutmen, membangun hubungan dan berkomunikasi dengan baik adalah kunci. Perekrut yang punya kecerdasan emosional (EI) tinggi bisa cepat akrab dengan kandidat, memahami apa yang mereka inginkan, dan berbicara dengan cara yang menyentuh hati. Hal ini membuat kandidat merasa dihargai dan memperkuat rasa percaya mereka.

2. Menyesuaikan Pendekatan untuk Setiap Individu

Setiap kandidat itu unik, jadi perekrut perlu menyesuaikan cara mereka mendekati dan berinteraksi. Perekrut dengan EI tinggi bisa memahami kepribadian, nilai, dan tujuan kandidat, lalu menyesuaikan pendekatannya agar lebih cocok. Hasilnya? Kandidat yang lebih tepat untuk posisi yang tepat.

3. Mengatasi Stres dan Kegagalan

Pekerjaan rekrutmen seringkali penuh tekanan dan hal tak terduga. Perekrut yang cerdas secara emosional bisa tetap tenang, belajar dari kegagalan, dan tetap semangat walaupun situasi sulit.

4. Mengambil Keputusan dengan Etika

Rekruter sering kali harus membuat keputusan yang melibatkan banyak pihak. Kecerdasan emosional membantu mereka menimbang dengan adil, menjaga integritas, dan membuat keputusan yang etis bagi semua pihak.

5. Berempati dan Menyelesaikan Konflik

Empati sangat penting dalam dunia rekrutmen. Perekrut dengan EI tinggi bisa memahami perasaan orang lain, menyelesaikan konflik dengan bijak, dan membangun hubungan yang sehat antara kandidat dan perusahaan.

6. Selalu Belajar dan Berkembang

Rekruter harus terus belajar dan berkembang agar menjadi seorang profesional yang berkualitas. EI membantu perekrut mengenali kelemahan dan kekuatannya sendiri, lalu menggunakannya untuk tumbuh secara pribadi maupun profesional.

7. Fleksibel dalam Situasi yang Berubah

Dunia kerja terus berubah, dan perekrut harus siap menyesuaikan diri. Dengan EI tinggi, mereka bisa lebih mudah beradaptasi dan tetap efektif di tengah perubahan.

8. Menjaga Batas yang Sehat

Perekrut perlu tahu batas antara urusan pribadi dan profesional. Dengan EI, mereka bisa menjaga kesehatan mental dengan berkata “tidak” saat memang perlu, serta menghindari kelelahan kerja.

9. Membangun Tim yang Solid

Kecerdasan emosional juga penting dalam kerja tim. Perekrut dengan EI tinggi membantu menciptakan suasana kerja yang mendukung, memperkuat komunikasi dalam tim, dan menjaga kekompakan.

Penerapan Praktis Emotional Intelligence dalam Tahapan Rekrutmen

Emotional Intelligence bukan sekadar teori, tapi alat praktis yang bisa membantu rekruter menjalankan proses rekrutmen dengan cara yang lebih manusiawi, efektif, dan berdampak positif untuk jangka panjang.

Berikut ini beberapa penerapan praktis EI yang bisa dilakukan rekruter dalam proses rekrutmen:

Tahap 1: Wawancara 

Pada tahap wawancara, EI bisa diterapkan dalam beberapa hal berikut:

  • Membangun Hubungan (Rapport): Saat mewawancarai kandidat, mulai membangun hubungan dengan obrolan ringan agar kandidat merasa rileks. Ini membuat mereka lebih terbuka saat menjawab pertanyaan.
  • Dengarkan dengan sungguh-sungguh: Perhatikan bahasa tubuh dan nada suara kandidat. Tunjukkan bahwa Anda benar-benar menyimak.
  • Tanya lebih dalam: Jangan hanya tanya kandidat hanya soal “apa yang dilakukan,” tapi juga “bagaimana perasaannya” dan “apa yang mereka pelajari.”

Tahap 2: Menilai Kecocokan Budaya

Menilai kecocokan kandidat dengan budaya kerja perusahaan merupakan hal yang penting. EI bisa diterapkan secara praktis sebagai berikut:

  • Sadar akan bias pribadi: Jangan memilih kandidat hanya karena mirip dengan Anda. Fokuslah pada nilai-nilai yang mereka miliki dan upayakan penilaian yang objektif.
  • Fokus pada Nilai: Fokus pada kandidat yang cocok secara nilai kerja. Hal ini akan membuatnya lebih mudah beradaptasi, meski latar belakangnya berbeda.

Tahap 3: Negosiasi dan Penawaran

Ini menjadi tahapan krusial untuk membangun kepercayaan. Berikut beberapa hal yang bisa dilakukan:

  • Jujur dan Transparan: Jelaskan sejak awal kepada kandidat mengenai apa yang bisa dan tidak bisa ditawarkan perusahaan.
  • Negosiasi sebagai Kolaborasi: Negosiasi bukan adu tawar: Dengarkan apa yang penting bagi kandidat (seperti work-life balance), lalu cari jalan tengah.
  • Kendalikan emosi: Tetap tenang jika permintaan kandidat berat atau menantang.

Tahap 4: Penolakan

Cara menolak kandidat bisa memperkuat atau merusak reputasi perusahaan. EI penting bagi rekruter agar hal-hal yang tidak diinginkan terjadi. Berikut ini beberapa penerapan yang bisa dilakukan:

  • Sampaikan dengan sopan dan tepat waktu: Untuk kandidat akhir, lebih baik menelepon langsung. Jangan biarkan mereka menunggu tanpa kabar.
  • Berikan umpan balik yang membangun: Jelaskan dengan baik kenapa mereka belum terpilih dan beri semangat.
  • Menjaga Relasi: Simpan profil mereka untuk peluang berikutnya agar tetap merasa dihargai.

Dengan menerapkan EI di setiap tahapan, rekruter tak hanya mengisi posisi kosong, tapi juga membangun hubungan jangka panjang dengan kandidat dan menciptakan citra perusahaan yang positif.

Baca juga: 7 Power Skills yang Perlu Dimiliki Tiap Karyawan

Cara Meningkatkan Emotional Intelligence bagi HR dan Rekruter

Meningkatkan Emotional Intelligence (EI) bagi rekruter bukan soal bakat alami, tapi soal latihan yang terus menerus, mirip seperti melatih otot. Berikut cara mudah untuk melatihnya:

1. Kenali dan Atur Emosi

Langkah awal adalah memahami emosi diri sendiri. Coba refleksi diri secara rutin, misalnya dengan menulis jurnal atau sekadar merenung:

  • Apa emosi yang paling sering saya rasakan hari ini?
  • Apa penyebabnya?
  • Bagaimana reaksi saya memengaruhi situasi?

Saat menghadapi situasi yang memicu emosi, seperti kandidat yang membatalkan janji secara dadakan, jangan langsung bereaksi. Ambil napas, beri jeda, lalu pikirkan respons yang lebih tenang.

Selain itu, kenali juga kelebihan dan kekurangan Anda, termasuk potensi bias saat menilai kandidat.

2. Latih Empati dan Komunikasi

Setelah memahami diri sendiri, mulai melatih kepekaan terhadap orang lain:

  • Dengarkan secara aktif, bukan sekadar diam saat orang lain bicara. Ulangi apa yang mereka sampaikan untuk memastikan Anda paham.
  • Amati ekspresi dan bahasa tubuh kandidat saat melakukan wawancara.
  • Coba lihat dari sudut pandang mereka, misalnya, pahami tekanan yang dirasakan kandidat atau hiring manager.

Latih juga cara berkomunikasi dengan jelas, sopan, dan meyakinkan, baik saat menawarkan posisi kerja, memberikan feedback, atau menyampaikan berita buruk.

3. Terus Belajar dan Minta Masukan

Tanyakan pada rekan kerja atau atasan bagaimana gaya komunikasi atau respons emosional Anda selama bekerja. Terima kritik dengan terbuka.

Jika bisa, ikuti pelatihan tentang komunikasi, stres, atau manajemen konflik. Dan jangan lupa, hargai setiap kemajuan kecil karena membangun EI adalah proses jangka panjang.

Intinya, kunci EI adalah mengenali dan mengelola emosi Anda, memahami orang lain, dan terus berkembang. Bagi rekruter, keterampilan ini sangat berguna untuk membangun hubungan yang kuat dan membuat keputusan yang lebih bijak.

Dukung Rekrutmen Berbasis Emotional Intelligence dengan Software HRIS LinovHR

Kecerdasan emosional adalah kunci dalam membangun hubungan yang baik dengan kandidat. Namun, tugas administratif yang menumpuk sering kali menyita waktu rekruter. Di sinilah Software HRIS LinovHR hadir sebagai solusi.

Dengan modul Recruitment, rekruter dapat mengelola komunikasi kandidat secara terpusat, memungkinkan fokus penuh saat wawancara. Modul Competency Management membantu menilai soft skill seperti empati dan kolaborasi secara objektif, mengurangi bias.

Selain itu, sistem ini mengotomatisasi penjadwalan, email, dan perpindahan kandidat antar tahapan sehingga lebih menghemat waktu.

Fitur-fitur LinovHR tersebut akan memperkuat peran emosional para rekruter.

Dengan begitu, rekruter bisa lebih fokus pada interaksi dan pemahaman manusia agar bisa merekrut kandidat terbaik untuk perusahaan.

Ajukan demo gratis sekarang!

Tentang Penulis

Picture of Muhammad Fariz At Thariqi
Muhammad Fariz At Thariqi

Fariz At Thariqi adalah seorang jurnalis yang tertarik pada praktik HR modern, digitalisasi, dan manajemen karyawan. Lewat tulisannya di LinovHR, ia berupaya mengangkat tantangan-tantangan praktis yang sering dihadapi oleh tim HR di lapangan.

Bagikan Artikel Ini :

Related Articles

Tentang Penulis

Picture of Muhammad Fariz At Thariqi
Muhammad Fariz At Thariqi

Fariz At Thariqi adalah seorang jurnalis yang tertarik pada praktik HR modern, digitalisasi, dan manajemen karyawan. Lewat tulisannya di LinovHR, ia berupaya mengangkat tantangan-tantangan praktis yang sering dihadapi oleh tim HR di lapangan.

Artikel Terbaru