Bagaimana Nasib Investor Jika Perusahaan Bangkrut?

Reviewer

Isi Artikel

Bagikan Artikel Ini :

Isi Artikel

Dalam dunia bisnis, kebangkrutan perusahaan bukanlah hal yang asing. Meski sering dianggap sebagai kegagalan total, kenyataannya kebangkrutan bisa menimpa perusahaan besar akibat faktor internal maupun eksternal. 

Hal ini tentu berdampak besar, tidak hanya bagi karyawan dan manajemen, tetapi juga para investor yang telah menanamkan modalnya. Memahami bagaimana nasib investor saat perusahaan bangkrut penting untuk memberikan gambaran risiko serta strategi mitigasi yang tepat.

Key Takeaways

  • Kebangkrutan dipicu faktor internal seperti manajemen buruk dan eksternal seperti krisis ekonomi.
  • Hak investor berbeda tergantung instrumen yang dimiliki (saham, obligasi, dll).
  • Mitigasi risiko penting agar investor terhindar dari kerugian fatal saat perusahaan bangkrut.
Mengajukan Demo

Penyebab Perusahaan Bangkrut?

Kebangkrutan tidak terjadi begitu saja. Ada sejumlah faktor yang bisa membuat sebuah perusahaan tidak mampu lagi memenuhi kewajiban finansialnya. Bagi investor, memahami penyebab kebangkrutan menjadi langkah awal untuk menilai seberapa besar risiko yang dihadapi. 

1. Manajemen Keuangan yang Buruk 

Perusahaan tidak mampu mengelola arus kas, utang, dan investasi dengan tepat rentan terjerat masalah likuiditas. Salah strategi pembiayaan juga bisa membuat perusahaan menumpuk hutang yang sulit dilunasi. 

2. Persaingan Bisnis yang Ketat

Disrupsi teknologi dan munculnya pesaing baru membuat perusahaan yang tidak adaptif tertinggal. Akibatnya, pendapatan menurun drastis dan menekan kemampuan bertahan.

Baca juga: Pengertian Kompetitor dan Bagaimana Cara Menanganinya

3. Faktor Eksternal 

Krisis ekonomi, fluktuasi harga bahan baku, hingga kebijakan pemerintah dapat menjadi faktor eksternal yang membuat perusahaan kolaps. Hal ini sering berada diluar kendali internal manajemen. 

Dampak pada Aset dan Kewajiban 

Saat perusahaan dinyatakan bangkrut, seluruh aset dan akan kewajiban akan melalui proses hukum dan finansial yang terstruktur. Proses ini bertujuan untuk menentukan bagaimana aset perusahaan didistribusikan dan kewajiban dilunasi. Investor, kreditor, hingga pemegang saham memiliki kepentingan berbeda yang bergantung pada hierarki klaim yang berlaku. 

1. Likuidasi Aset 

Likuidasi adalah langkah pertama yang biasanya dilakukan dalam proses kebangkrutan. Semua aset yang dimiliki perusahaan, mulai dari properti kantor, gudang, peralatan produksi, kendaraan, hingga hak kekayaan intelektual seperti merek dagang dan paten, akan dihitung nilainya lalu dijual.

Hasil penjualan digunakan untuk melunasi hutang-hutang perusahaan. Namun, seringkali nilai likuidasi lebih rendah dibandingkan nilai pasar sebenarnya karena penjualan dilakukan secara cepat atau dalam kondisi “distress sale”. Hal ini membuat investor, terutama pemegang saham, berisiko tidak mendapatkan bagian pengembalian yang signifikan.

Baca juga: Apa Penyebab Likuidasi Dalam Perusahaan? Mari Ulas Penjelasan Berikut

2. Reorganisasi Hutang

Tidak semua perusahaan bangkrut berakhir pada likuidasi. Dalam beberapa kasus, perusahaan memilih untuk melakukan reorganisasi atau restrukturisasi utang dengan persetujuan kreditor. Proses ini memungkinkan perusahaan untuk merundingkan ulang jangka waktu pembayaran, suku bunga, atau bahkan mengonversi sebagian hutang menjadi saham. 

Bagi investor, langkah ini memberikan peluang untuk tetap mempertahankan nilai investasinya meski dengan sekma yang berbeda. Namun, ada risiko bahwa nilai saham baru atau instrumen pengganti tidak sebesar modal awal yang ditanamkan. 

3. Hierarki Pembayaran 

Salah satu hal paling penting dalam proses kebangkrutan adalah hierarki pembayaran. Kreditor dengan jaminan (secured creditors) selalu menjadi pihak yang diprioritaskan karena mereka memiliki hak atas aset tertentu sebagai agunan. Setelah itu, kreditor tanpa jaminan (unsecured creditors) baru akan menerima bagian sesuai ketersediaan dana. 

Pemegang obligasi biasanya berada pada posisi tengah dalam antrean klaim, sementara pemegang saham biasa adalah pihak terakhir yang mendapatkan hak atas sisa aset. Dalam praktiknya, pemegang saham hampir tidak pernah menerima pengembalian karena seluruh aset umumnya habis untuk melunasi kewajiban yang lebih mendesak. 

Hak Investor saat Bangkrut

Saat perusahaan bangkrut, investor memiliki hak hukum dan finansial tertentu yang diatur oleh regulasi serta kesepakatan investasi. Hak ini penting untuk memastikan ada jalur perlindungan meski risiko kerugian tetap tinggi. Berikut adalah hak-hak utama yang biasanya dimiliki investor: 

1. Hak atas Klaim Aset 

Investor, terutama yang memegang instrumen investasi berbasis utang seperti obligasi, memiliki hak untuk mengajukan klaim atas aset perusahaan. Proses klaim ini dilakukan melalui jalur hukum yang terstruktur, biasanya di bawah pengawasan pengadilan atau kurator. 

Nilai klaim akan dihitung berdasarkan jumlah hutang yang tertera dalam kontrak. Namun, besarnya aset yang berhasil dikembalikan sangat bergantung pada hasil likuidasi perusahaan. Jika aset tidak mencukupi, investor mungkin hanya menerima sebagian kecil dari klaim yang diajukan. 

2. Hak Prioritas Pembayaran 

Dalam situasi kebangkrutan, urutan pembayaran sangat menentukan nasib investor. Investor dengan status kreditor berjaminan (secured creditor) berhak diprioritaskan karena memiliki agunan berupa aset tertentu. 

Misalnya, bank yang memberikan pinjaman dengan jaminan gedung perusahaan akan terlebih dahulu menerima hasil penjualan gedung tersebut. Sementara itu, kreditor tanpa jaminan atau pemegang obligasi biasanya berada pada posisi kedua. Investor saham biasa adalah pihak terakhir dalam hierarki pembayaran, sehingga sering kali tidak mendapatkan pengembalian apapun. 

3. Hak Mengikuti Proses Hukum 

Investor juga memiliki hak untuk terlibat dalam proses hukum kebangkrutan, misalnya dengan menghadiri rapat kreditor, mengajukan keberatan, atau memberikan suara dalam proposal restrukturisasi hutang. Hak ini memungkinkan investor untuk ikut memengaruhi keputusan penting, seperti apakah perusahaan akan dilikuidasi atau direorganisasi. Partisipasi ini penting karena dapat menentukan skema pengembalian yang akan diterima investor. 

4. Hak atas Transparansi Informasi 

Dalam proses bangkrut, perusahaan berkewajiban memberikan laporan transparan terkait kondisi aset, kewajiban, dan rencana restrukturisasi. Investor berhak memperoleh akses terhadap laporan ini untuk menilai secara realistis potensi pengembalian investasinya. Informasi ini mencakup daftar aset yang dijual, estimasi nilai likuidasi, hingga urutan klaim. 

Dengan transparansi, investor bisa membuat keputusan lebih bijak, misalnya tetap bertahan dalam restrukturisasi atau menjual hak klaimnya kepada pihak lain.

5. Hak atas Perlindungan Hukum 

Terakhir, investor memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan hukum sesuai regulasi yang berlaku di negara tempat perusahaan berdiri. Perlindungan ini bisa berupa pengawasan dari lembaga keuangan, aturan main dari pengadilan, hingga mekanisme hukum perdata. 

Jika ditemukan adanya kecurangan atau pengelolaan perusahaan yang merugikan investor, mereka berhak menuntut kompensasi. Meski hasilnya tidak selalu sesuai harapan, hak hukum ini menjadi bentuk perlindungan penting bagi investor dari praktik tidak adil.

Strategi Minimalkan Risiko 

Menghadapi potensi kebangkrutan perusahaan, investor perlu memiliki strategi untuk melindungi modal yang telah ditanamkan. Strategi ini membantu mengurangi kerugian dan meningkatkan peluang bertahan dalam kondisi sulit. 

1. Diversifikasi Portofolio 

Investor sebaiknya tidak menaruh seluruh modal pada satu perusahaan atau sektor. Diversifikasi membantu menyebarkan risiko sehingga kerugian di satu aset dapat diimbangi dengan keuntungan di aset lain.

Baca juga: Diversifikasi Portofolio: Pengertian hingga Strateginya di Era Ekonomi Modern 

2. Analisis Fundamental Perusahaan 

Melakukan analisis laporan keuangan, manajemen, dan tren industri dapat membantu investor menilai kesehatan perusahaan sebelum berinvestasi. 

3. Monitor Perkembangan Industri

Investor perlu mengikuti perkembangan ekonomi dan regulasi yang berpotensi memengaruhi keberlangsungan perusahaan. Dengan begitu, langkah mitigasi dapat segera dilakukan jika risiko mulai terlihat.

Baca juga: Apa Itu Pailit dan Bangkrut? Pahami Bedanya!

Perkuat Bisnis dengan LinovHR 

Bagi perusahaan, kebangkrutan sering terjadi karena lemahnya pengelolaan internal, terutama dalam aspek manajemen sumber daya manusia (SDM). Tanpa SDM yang produktif dan dikelola dengan baik, strategi bisnis sulit berjalan efektif.

LinovHR hadir sebagai solusi untuk memperkuat manajemen SDM perusahaan. Dengan fitur lengkap seperti manajemen karyawan, payroll, hingga talent management, LinovHR membantu bisnis meningkatkan efisiensi dan daya saing. Dengan pengelolaan SDM yang tepat, perusahaan dapat mengurangi risiko operasional dan menjaga bisnis tetap stabil di tengah persaingan.

Gunakan LinovHR untuk memperkuat fondasi SDM perusahaan Anda. Ajukan demo gratis sekarang! 

Tentang Penulis

Picture of Diza Aulia Herdani
Diza Aulia Herdani

Diza Aulia Herdani adalah penulis konten dengan latar belakang komunikasi. Di LinovHR, ia membahas topik-topik HR, teknologi, dan dinamika dunia kerja modern.

Tentang Reviewer

aulyta-yasinta
Aulyta Yasinta

Aulyta Yasinta adalah seorang profesional HR dengan pengalaman dalam pengelolaan SDM dan pengembangan talenta. Di LinovHR, ia membahas strategi manajemen sumber daya manusia, tren HR terkini, serta praktik terbaik dalam membangun budaya kerja yang produktif dan berkelanjutan.

Bagikan Artikel Ini :

Related Articles

Tentang Penulis

Picture of Diza Aulia Herdani
Diza Aulia Herdani

Diza Aulia Herdani adalah penulis konten dengan latar belakang komunikasi. Di LinovHR, ia membahas topik-topik HR, teknologi, dan dinamika dunia kerja modern.

Tentang Reviewer

aulyta-yasinta
Aulyta Yasinta

Aulyta Yasinta adalah seorang profesional HR dengan pengalaman dalam pengelolaan SDM dan pengembangan talenta. Di LinovHR, ia membahas strategi manajemen sumber daya manusia, tren HR terkini, serta praktik terbaik dalam membangun budaya kerja yang produktif dan berkelanjutan.

Artikel Terbaru