Dalam dunia kerja, tidak semua perusahaan membutuhkan pemimpin yang penuh inspirasi dan visi besar. Terkadang, perusahaan membutuhkan kejelasan arah, aturan yang tegas, dan sistem kerja yang rapi agar tujuan jangka pendek bisa tercapai dengan cepat dan sesuai standar.
Hal ini membuat transactional leadership atau kepemimpinan transaksional berperan penting untuk mencapai semua hal tersebut.
Meskipun tidak sepopuler kepemimpinan transformasional, gaya kepemimpinan ini sangat dibutuhkan dalam kegiatan operasional sehari-hari. Fokusnya adalah pada pencapaian hasil yang jelas melalui sistem penghargaan dan sanksi yang terstruktur.
Namun, seperti apa sebenarnya transactional leadership? Apa ciri khas serta kelebihan dan kekurangannya di tempat kerja?
Simak selengkapnya di artikel ini!
Apa itu Transactional Leadership?
Transactional Leadership adalah gaya kepemimpinan yang berfokus pada ketertiban, struktur, dan perencanaan yang berorientasi pada tujuan. Pemimpin yang memiliki gaya kepemimpinan ini akan langsung memberitahu timnya apa yang harus dilakukan.
Berbeda dengan pemimpin transformasional, pemimpin transaksional lebih memilih mempertahankan keadaan yang ada (status quo) daripada menentangnya.
Pemimpin transaksional umumnya menggunakan sistem hadiah atau insentif untuk memotivasi timnya. Hal ini menciptakan minat pribadi setiap anggota timnya dan mendorong mereka untuk bekerja dengan baik demi mendapatkan bonus atau keuntungan tertentu.
Dalam beberapa kasus, kepemimpinan transaksional juga disebut memiliki gaya kepemimpinan laissez-faire, yaitu pemimpin yang bersikap “lepas tangan” dan baru turun tangan ketika dibutuhkan timnya.
Baca juga: Pengertian Leadership: Sikap, Manfaat dan Cara Membangunnya
Ciri-Ciri Transactional Leadership
Pemimpin transaksional dapat dikenali melalui beberapa ciri-ciri. Dilansir dari Y Scouts, berikut ini ciri-cirinya:
- Mengandalkan Motivasi dari Luar: Pemimpin transaksional memotivasi tim lewat bonus, penghargaan, atau pujian. Namun, terkadang mereka terlalu bergantung pada hal-hal tersebut. Padahal, tidak semua orang yang berbakat termotivasi hanya karena imbalan.
- Berpikir Praktis dan Realistis: Gaya kepemimpinan mereka sangat realistis. Mereka melihat situasi apa adanya, dan lebih suka fokus pada solusi praktis yang bisa langsung diterapkan.
- Kurang Terbuka terhadap Perubahan: Pemimpin transaksional biasanya tidak suka perubahan karena lebih menyukai keteraturan dan stabilitas. Mereka lebih memilih menjalankan hal-hal yang sudah terbukti daripada mencoba hal baru.
- Mengambil Keputusan dengan Cara Lama: Mereka tidak mendorong kreativitas atau inisiatif agar semua berjalan sesuai dengan rencananya. Karyawan yang patuh dan mengikuti aturan akan dihargai, sedangkan yang berbeda pendapat cenderung ditekan agar ikut aturan.
- Fokus pada Hasil dan Target: Mereka sangat memantau kinerja berdasarkan angka dan target. Jika target tercapai, karyawan akan diberikan hadiah. Jika tidak, karyawan bisa dikenakan sanksi.
- Berpikir Satu Arah (Linear): Pemimpin jenis ini pandai menyelesaikan tugas rutin dan mencapai tujuan dalam sistem yang ada. Namun, mereka bisa kesulitan saat harus mencari solusi yang lebih fleksibel atau berpikir di luar kebiasaan.
- Menangani Masalah Saat Sudah Terjadi: Mereka biasanya baru bertindak saat ada masalah, bukan mencegahnya sejak awal. Hal ini membuatnya terlalu fokus pada hasil akhir.
- Gaya Kepemimpinan yang Mengarahkan: Pemimpin transaksional biasanya bersikap tegas dan otoriter. Mereka merasa keputusan ada di tangan mereka dan karyawan harus mengikuti arahannya secara langsung.
- Mengutamakan Struktur dan Aturan: Mereka sangat menjunjung tinggi struktur organisasi dan aturan-aturan yang sudah ditetapkan. Semua harus berjalan sesuai posisi dan perannya masing-masing.
- Fokus pada Kinerja Individu: Meski kerja dilakukan dalam tim, pemimpin transaksional biasanya menilai orang berdasarkan kerja individu. Struktur kerja yang kaku kadang menghambat kerja sama tim.
Kapan Transactional Leadership Efektif Digunakan?
Meskipun cenderung konvensional, kepemimpinan ini masih bisa efektif diterapkan di lingkungan kerja dengan kondisi tertentu. Dilansir dari Verywell Mind, penelitian menunjukkan bahwa kepemimpinan transaksional cenderung paling efektif ketika masalah yang dihadapi di lingkungan kerja bersifat sederhana dan jelas.
Pasalnya, pemimpin transaksional tidak mendorong timnya untuk menjadi kreatif atau mencari solusi baru terhadap masalah yang dihadapi.
Gaya kepemimpinan ini juga dapat bekerja dengan baik dalam situasi krisis, di mana fokus utama adalah menyelesaikan tugas-tugas tertentu. Dengan menetapkan tugas yang jelas kepada karyawannya, pemimpin transaksional dapat memastikan hal-hal tersebut terlaksana.
Dalam masa krisis, pemimpin transaksional dapat membantu menjaga stabilitas perusahaan. Ibaratnya, mereka dapat “menjaga kapal tetap berlayar”.
Baca juga: 10 Kunci Leadership Competencies yang Harus Diketahui HR
Kelebihan Transactional Leadership di Tempat Kerja
Kepemimpinan transaksional jika diterapkan di tempat kerja memiliki beberapa keunggulan sebagai berikut:
- Aturan dan standar yang jelas: Gaya kepemimpinan ini mudah dipahami karena memiliki struktur yang teratur. Hal ini menghindari kebingungan sehingga karyawan bisa fokus pada tugas masing-masing.
- Sangat cocok untuk pekerjaan dengan tekanan tinggi: Dalam pekerjaan seperti militer, petugas tanggap darurat, dan atletik, gaya kepemimpinan ini efektif karena setiap orang tahu dengan pasti apa yang harus mereka lakukan.
- Motivasi berbasis insentif eksternal: Uang dan fasilitas tambahan bisa menjadi motivasi kuat bagi sebagian orang untuk bekerja lebih keras dan mencapai target.
- Karyawan tahu apa yang diharapkan: Dengan target dan sistem penghargaan yang jelas, karyawan memahami apa yang perlu dilakukan untuk mempertahankan pekerjaan dan memperoleh imbalan.
Secara keseluruhan, kepemimpinan transaksional unggul dalam mengelola struktur, efisiensi, dan kinerja, terutama dalam lingkungan kerja yang menuntut kepatuhan dan kejelasan peran.
Kekurangan Transactional Leadership di Tempat Kerja
Meskipun dinilai efektif diterapkan di beberapa situasi, kepemimpinan transaksional juga memiliki kelemahannya sebagai berikut:
- Kerja Sama Tim Jadi Berkurang: Anggota tim bisa jadi kurang terbiasa bekerja sama karena pemimpin fokus pada tugas individu. Akibatnya, semangat untuk mencapai tujuan bersama pun bisa melemah.
- Minim Ide Kreatif: Sistem hadiah dan hukuman membuat anggota tim hanya fokus menyelesaikan tugas seperti biasanya. Mereka jadi enggan mencoba cara baru atau memberikan ide yang berbeda.
- Motivasi Dalam Diri Jadi Lemah: Motivasi yang datang dari bonus atau pujian akan membuat semangat dari dalam diri bisa perlahan hilang. Akhirnya, orang bekerja hanya demi imbalan, bukan karena merasa terlibat secara pribadi.
- Kurangnya Kepuasan Kerja: Karyawan bisa merasa jenuh karena tidak ada ruang untuk bereksplorasi dan berkembang. Dalam jangka panjang, ini bisa menyebabkan stres, rasa bosan, bahkan burnout.
Singkatnya, walaupun gaya ini cocok untuk pekerjaan yang butuh aturan dan hasil cepat, pendekatan ini kurang mendukung perkembangan pribadi dan potensi jangka panjang, baik untuk pemimpin maupun anggota tim.
Kesimpulan
Kepemimpinan transaksional tidak bisa mutlak dikatakan baik atau buruk. Gaya kepemimpinan ini lebih seperti alat yang berguna dalam kondisi tertentu, khususnya saat dibutuhkan ketertiban, kepatuhan, dan pencapaian target yang jelas.
Perusahaan perlu memahami bahwa kepemimpinan transaksional penting untuk menciptakan keteraturan dan tanggung jawab. Tanpa aturan dan struktur yang jelas untuk menjalankan tugas-tugas dasar, rencana besar yang bersifat inovatif akan sulit diwujudkan.
Oleh karena itu, gaya kepemimpinan ini tetap jadi bagian penting dari sistem manajemen yang seimbang dan efektif.