Banyak pekerja yang seringkali berpindah dari satu perusahaan ke perusahaan lain dalam waktu yang relatif singkat. Fenomena ini dikenal sebagai job hopping. Bagi sebagian perusahaan, seorang job hopper bisa tampak sebagai kandidat penuh pengalaman dan fleksibel.
Namun, tidak sedikit perusahaan lain yang beranggapan bahwa sering berganti pekerjaan dapat membawa risiko bagi stabilitas dan efektivitas tim. Artikel ini akan membahas pengertian, risiko, dan strategi HR dalam menangani job hopper secara lengkap!
Key Takeaways
- Job hopper adalah karyawan yang sering berpindah kerja dalam waktu singkat.
- Job hopper menimbulkan risiko bagi perusahaan seperti turnover tinggi, loyalitas rendah, dan biaya rekrutmen yang menumpuk.
- HR perlu strategi tepat, mulai dari seleksi ketat sampai penggunaan software HRIS untuk mengelola risiko job hopper.
Apa Itu Job Hopper?
Job hopper merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan seseorang yang cenderung berpindah-pindah pekerjaan dalam kurun waktu yang singkat. Seringkali seorang job hopper hanya bekerja dalam kurun waktu 1 sampai 2 tahun bahkan kurang pada posisi yang sama.
Fenomena ini muncul sebagai bagian dari perubahan nilai-nilai karir generasi baru yang menekankan kepuasan kerja, peluang untuk perkembang lebih cepat, dan lebih mengutamakan fleksibilitas dibandingkan skalabilitas jangka panjang.
Bagi perusahaan yang mengutamakan keberlangsungan dan komitmen jangka panjang, keberadaan job hopper merupakan tantangan tersendiri dalam hal retensi, budaya kerja, serta produktivitas tim.
Risiko Job Hopper bagi Perusahaan
Setelah mengetahui pengertian job hopper secara lengkap, berikut ini beberapa risiko job hopper bagi perusahaan yang wajib Anda ketahui.
1. Turnover Meningkat
Job hopper cenderung memiliki kemungkinan tinggi untuk berpindah lagi ke perusahaan lain dalam waktu dekat. Hal ini akan berdampak bagi biaya rekrutmen ulang yang cukup tinggi, pelatihan sumber daya yang sia-sia, dan gangguan operasional untuk penyesuaian tim.
Baca juga : Employee Turnover: Pengertian, Jenis, dan Cara Mengatasinya
2. Pengetahuan dan Pengalaman tidak Mendalam
Akibat durasi kerja yang relatif singkat, karyawan mungkin belum menyelesaikan proyek besar dan mendalami proses inti perusahaan. Tentu hal tersebut mempengaruhi stabilitas dan efektivitas performa mereka saat bekerja.
3. Ketidakpastian Motivasi dan Loyalitas
Job hopping dapat menimbulkan pertanyaan seperti apakah kandidat mengejar gaji tinggi, pengalaman baru, dan belum menemukan arah karir yang jelas? HR mengkhawatirkan kandidat akan meninggalkan perusahaan ketika kandidat menemukan peluang yang lebih menarik.
4. Disrupsi Budaya dan Dinamika Tim
Terlalu sering memasukkan anggota tim baru dapat menimbulkan pertentangan dalam dinamika tim, proses onboarding berulang dapat menghabiskan waktu dan fokus. Rekan tim lama harus meluangkan waktu mereka untuk membimbing pendatang baru dan hal ini mengganggu produktivitas mereka saat bekerja.
Baca juga : Disrupsi: Pengertian, Dampak, dan Cara Menghadapinya
5. Waktu dan Sumber Daya untuk Adaptasi
Ketika karyawan baru masuk ke dalam perusahaan, diperlukan adanya orientasi, training, dan adaptasi di lingkungan kerja. Job hopper mempercepat frekuensi penggantian ini, meningkatkan beban sumber daya HR, manajer, dan mentor.
6. Reputasi Perusahaan
Apabila perusahaan terlalu sering merekrut job hopper, citra perusahaan bisa dipersepsikan sebagai tempat kerja yang tidak mampu mempertahankan karyawan lama atau tidak dapat membangun keterikatan loyalitas karyawan terhadap perusahaan.
Strategi HR dalam Menangani Job Hopper

Untuk memastikan perusahaan tetap memperoleh manfaat dari kandidat yang mungkin memiliki latar job hopping tanpa mengalami dampak negatif. Berikut ini beberapa strategi HR dalam menangani job hopper.
1. Seleksi dan Screening Mendalam
Selama proses screening awal, fokus pada alasan berpindahnya seorang kandidat di setiap pekerjaan. Sebagai HR, Anda bisa memberikan pertanyaan mengenai motivasi, tantangan, dan apa saja yang berhasil dicapai selama berada di posisi tersebut.
Anda bisa meminta bukti konkret seperti proyek yang sudah selesai, target yang telah dicapai, dan hasil kerja selama berada di posisi tersebut. Gunakan assessment secara teknis dan psikometrik untuk melihat pola kandidat secara konsisten dalam keterampilan mereka.
2. Interview Behavior & STAR Method
Terapkan teknik wawancara berbasis perilaku dengan metode STAR yakni situation, task, action, dan result. Hal ini dibutuhkan untuk menggali bagaimana kandidat mengatasi tantangan pada saat mereka bekerja.
Baca juga : Metode STAR untuk Wawancara Kerja yang Lebih Baik
Gali pertanyaan mendalam seperti “Ceritakan sebuah masalah besar yang pernah kamu hadapi, bagaimana kamu menyikapinya, dan apa saja hasilnya?” Pertanyaan ini bertujuan untuk melihat pola stabilitas dalam respon, cara berpikir, dan sikap kandidat dalam menghadapi tantangan.
3. Fokus pada Potensi dan Keahlian Transferable
HR perlu menilai kandidat berdasarkan nilai kemampuan yang mempengaruhi posisi yang sedang dibutuhkan di perusahaan seperti soft skills, adaptability, dan learning agility.
Kandidat dengan pengalaman lintas perusahaan memiliki kemampuan adaptasi tinggi, jaringan yang luas, dan wawasan dari berbagai latar industri
4. Perjanjian Awal dan Kontrak Motivasi
Ketika Anda sudah yakin untuk merekrut seorang job hopping, berikan kompensasi dan bonus insentif untuk mendorong komitmen jangka panjang. Sertakan klausul atau ketentuan retensi minimal pada kontrak, seperti bonus yang diberikan jika bertahan selama 12 atau 24 bulan.
5. Program Pembinaan & Pengembangan Cepat
Berikan akses program training, mentoring, proyek penting, dan rotasi jabatan untuk menarik minat job hopper untuk tetap bertahan di perusahaan. Berikan proyek dengan dampak cepat untuk melihat hasil nyata dari kontribusi mereka.
Namun pastikan Anda tetap mengevaluasi secara rutin perkembangan mereka untuk menunjukkan bahwa perusahaan peduli terhadap pertumbuhan karir pribadi mereka.
6. Monitoring Kinerja & Feedback Terbuka
Buat jadwal evaluasi rutin dan sesi feedback secara terbuka untuk menjaga komunikasi dengan kandidat job hopper sejak awal bekerja. Identifikasi potensi ketidakpuasan karyawan di perusahaan baru melalui komunikasi yang aktif dan segera tangani keluhan yang diberikan.
7. Menggunakan Sistem HRIS
Anda bisa memanfaatkan software HRIS seperti fitur recruitment, tracking kandidat, dan manajemen performa untuk memonitoring pola kerja, durasi, kesiapan kerja, dan tren turnover. HR dapat mengidentifikasi kandidat sebagai job hopper berdasarkan data yang diterima dalam software HRIS.
Atasi Risiko Job Hopper Menggunakan Software HRIS bersama LinovHR!
Fenomena job hopper membutuhkan strategi rekrutmen dan manajemen SDM yang tepat. Tanpa dukungan sistem, HR berisiko membuat keputusan yang kurang tepat dalam memilih kandidat.

Gunakan Software HRIS dari LinovHR untuk penerapan strategi yang tepat dalam menangani job hopper. Mulai dari recruitment, performance management, serta talent management untuk memudahkan HR dalam menilai kandidat. Coba dengan demo gratis sekarang dan rasakan perbedaannya!