Kesehatan mental kini menjadi salah satu aspek penting dalam pengelolaan SDM modern, termasuk bagi tim Human Resources (HR) yang menjadi garda terdepan dalam mengelola kesejahteraan karyawan.
Salah satu kondisi yang sering muncul namun kerap disalahpahami adalah bipolar disorder.
Dalam lingkungan kerja, bipolar disorder bukan hanya dapat dialami karyawan, tapi juga bisa terjadi pada HR yang setiap hari dihadapkan dengan tekanan tinggi, tuntutan multitasking, hingga beban emosional saat menangani berbagai permasalahan karyawan.
Memahami bipolar disorder pada HR sangat penting agar perusahaan dapat membangun lingkungan kerja yang lebih sehat, suportif, dan produktif.
Artikel ini akan membahas apa itu bipolar disorder, mengapa HR perlu memahaminya, hingga strategi yang dapat diterapkan untuk mendukung profesional HR maupun karyawan yang memiliki kondisi ini.
Apa Itu Bipolar Disorder?
Bipolar disorder adalah gangguan kesehatan mental yang ditandai dengan perubahan suasana hati yang ekstrem, mulai dari fase mania (sangat berenergi, euforia, sulit tidur) hingga fase depresi berat (kehilangan minat, merasa bersalah, hingga muncul pikiran bunuh diri).
Perubahan suasana hati ini dapat terjadi dalam hitungan jam, hari, atau bahkan bulan, dan dapat memengaruhi aktivitas sehari-hari, termasuk performa di lingkungan kerja.
Secara umum, bipolar disebabkan oleh kombinasi faktor genetik, lingkungan, dan gaya hidup tertentu. Meski bersifat jangka panjang, kondisi ini dapat dikelola melalui obat-obatan penyeimbang mood, psikoterapi, dan gaya hidup sehat.
Dalam konteks dunia kerja, khususnya bagi HR, memahami karakteristik bipolar disorder sangat penting. Gejala mania bisa muncul sebagai perilaku impulsif atau energi berlebihan, sedangkan fase depresi dapat berdampak pada produktivitas dan kehadiran.
Dengan pendekatan yang tepat, HR dapat membantu karyawan yang memiliki kondisi ini tetap bekerja secara produktif dan merasa didukung di lingkungan kerja.
Baca juga: Memahami Tantangan Penderita Bipolar di Tempat Kerja
Mengapa HR bisa menderita Bipolar Disorder?
HR berada pada posisi yang membutuhkan ketahanan mental tinggi.
Setiap hari mereka berhadapan dengan berbagai dinamika manusia, mulai dari konflik internal, tekanan manajemen, tuntutan produktivitas, hingga keputusan sensitif yang menyangkut karier karyawan.
Beban kerja yang berat inilah yang membuat HR lebih rentan mengalami tekanan psikologis, termasuk kondisi seperti bipolar disorder.
Ada beberapa alasan mengapa HR bisa mengalami bipolar disorder atau mengalami kekambuhan gejala bila sebelumnya memiliki riwayat kesehatan mental:
1. Beban Emosional yang Tinggi
HR sering berperan sebagai penengah konflik, pendengar keluhan, sekaligus penanggung jawab berbagai masalah personal karyawan. Paparan emosional yang intens dapat meningkatkan stres kronis yang memicu atau memperparah gangguan mood.
2. Tekanan Kerja yang Berat dan Berkelanjutan
Proses rekrutmen, onboarding, penilaian kinerja, hingga penanganan kasus disiplin adalah tugas yang membutuhkan ketelitian sekaligus tanggung jawab besar. Tekanan ini dapat berdampak pada stabilitas emosi, terutama bila berlangsung dalam jangka panjang.
3. Tuntutan Multitasking dan Kecepatan Respons
HR dituntut cepat dan tepat dalam menyelesaikan berbagai pekerjaan sekaligus. Ketika tuntutan tidak seimbang dengan kapasitas, stres tinggi dapat muncul dan memengaruhi kondisi mental.
4. Minimnya Dukungan untuk HR
Sering kali HR menjadi pihak yang memberikan dukungan bagi karyawan, namun tidak memiliki ruang yang sama untuk mendapatkan dukungan emosional dari perusahaan. Ketidakseimbangan ini dapat meningkatkan risiko gangguan kesehatan mental.
5. Potensi Kelelahan Emosional (Emotional Exhaustion)
Burnout emosional adalah kondisi yang sangat umum terjadi dalam profesi HR. Bila tidak ditangani, burnout dapat memperburuk gejala bipolar atau memicu instabilitas mood.
Cara HR Mengatasi Bipolar Disorder
Ketika seorang HR mengalami bipolar disorder, penting bagi perusahaan untuk menyediakan dukungan yang tepat agar kondisi tersebut dapat dikelola dengan baik.
HR juga memiliki peran penting untuk mengenali kebutuhan dirinya sendiri dan menerapkan langkah-langkah yang membantu menjaga stabilitas emosional.Â
Berikut beberapa hal yang dapat dilakukan HR untuk mengatasi dan mengelola bipolar disorder di lingkungan kerja:
1. Mengakui Kondisi dan Mencari Bantuan Profesional
Langkah pertama adalah memahami bahwa bipolar disorder adalah kondisi medis yang membutuhkan penanganan profesional.
Konsultasi dengan psikolog atau psikiater membantu HR mendapatkan diagnosis, rencana perawatan, serta terapi yang tepat.
Mengakui kondisi ini bukan kelemahan, justru langkah penting untuk menjaga keseimbangan diri dan performa kerja.
2. Mengikuti Pengobatan dan Terapi Secara Konsisten
Pengelolaan bipolar umumnya melibatkan kombinasi obat penyeimbang mood dan psikoterapi seperti CBT atau terapi ritme sosial.
HR perlu menjalankan perawatan sesuai anjuran profesional kesehatan agar gejala dapat dikontrol dan tidak mengganggu aktivitas kerja.
3. Menjaga Pola Hidup Teratur dan Manajemen Stres
Selain perawatan medis, HR perlu menjaga pola hidup yang stabil seperti tidur cukup, olahraga ringan, dan mengelola stres dengan teknik relaksasi.
Konsistensi dalam rutinitas harian membantu mempertahankan mood agar tetap seimbang dan mengurangi risiko episode mania atau depresi.
4. Mengatur Batas Kerja (Work Boundaries)
HR rentan mengalami tekanan tinggi sehingga menetapkan batas kerja yang sehat sangat penting.
Menghindari lembur berlebihan, membagi tugas dengan tim, dan memisahkan urusan kerja dari waktu pribadi dapat membantu mencegah overload yang dapat memicu ketidakstabilan emosi.
5. Memanfaatkan Fasilitas Pendukung dari Perusahaan
Jika perusahaan menyediakan fasilitas seperti Employee Assistance Program (EAP), konseling psikolog, fleksibilitas jam kerja, atau cuti kesehatan mental, HR perlu memanfaatkannya.
Dukungan ini membantu menjaga keseimbangan mental dan membuat HR dapat terus bekerja secara produktif.
Baca juga: Employee Assistance Program: Kelola Kesehatan Mental Karyawan
6. Berkomunikasi Secara Terbuka dengan Pihak Terkait (Jika Nyaman)
Tidak semua pihak perlu mengetahui kondisi tersebut, namun HR dapat mempertimbangkan berbicara dengan atasan atau rekan terpercaya untuk mendapatkan pemahaman dan dukungan lingkungan kerja.
Komunikasi yang baik membantu mencegah kesalahpahaman terkait performa atau perilaku saat gejala muncul.
7. Mengelola Pekerjaan dengan Bantuan Software HRIS
Digitalisasi melalui Software HRIS membantu mengurangi beban administratif HR yang memicu stres. Dengan automasi tugas-tugas rutin dilakukan, HR dapat lebih fokus pada stabilitas mental dan tugas strategis lainnya.
Peran Perusahaan dalam Mendukung HR dengan Bipolar Disorder
Perusahaan memiliki peran penting dalam menciptakan lingkungan kerja yang aman, inklusif, dan suportif bagi HR yang menjalani bipolar disorder.
Dengan dukungan yang tepat, HR tetap dapat bekerja secara produktif, stabil, dan berkontribusi pada pengembangan organisasi.Â
Berikut langkah-langkah yang dapat dilakukan perusahaan:
1. Memberikan Akses ke Layanan Kesehatan Mental
Perusahaan dapat menyediakan layanan pendukung seperti konseling psikolog, Employee Assistance Program (EAP), atau kerja sama dengan fasilitas kesehatan mental.
Akses ini membantu HR mendapatkan bantuan profesional ketika membutuhkan pengelolaan gejala atau sesi terapi rutin.
2. Menerapkan Kebijakan Kerja yang Fleksibel
Fleksibilitas jam kerja, hybrid working, atau penyesuaian beban kerja dapat membantu HR menjaga stabilitas mood dan menghindari stres berlebihan.
Penyesuaian sederhana seperti menghindari rapat terlalu pagi atau terlalu malam pun dapat sangat membantu.
3. Menciptakan Lingkungan Kerja yang Mendukung Isu Kesehatan Mental
Perusahaan perlu memastikan budaya kerja yang bebas stigma terhadap isu kesehatan mental.
Edukasi internal, pelatihan mental health awareness, serta komunikasi yang terbuka dapat membantu HR merasa aman untuk menyampaikan kondisinya tanpa takut dinilai negatif.
4. Menyediakan Beban Kerja yang Realistis dan Terukur
HR sering menghadapi tekanan tinggi dalam pengelolaan karyawan. Perusahaan harus memastikan beban kerja tidak berlebihan, memberikan bantuan administratif jika diperlukan, dan melakukan evaluasi beban kerja secara berkala agar tidak memicu episode mania atau depresi.
5. Mendorong Penggunaan Teknologi untuk Mengurangi Beban Administratif
Dengan mengadopsi Software HRIS, perusahaan dapat mengurangi tugas manual dan repetitif yang sering menjadi sumber stres bagi HR. Automasi seperti absensi, payroll, rekrutmen, hingga laporan kinerja membantu HR bekerja lebih efisien dan stabil.
6. Melatih Manajer dan Leader agar Peka terhadap Tanda-tanda Kesehatan Mental
Leader yang terlatih dapat mengenali tanda-tanda awal perubahan mood dan memberikan tindakan preventif sebelum masalah membesar.
Pendekatan empatik, komunikasi dua arah, dan kemampuan memberikan dukungan emosional sangat penting dalam konteks ini.
7. Menyusun Rencana Kontinjensi Saat Gejala Muncul
Perusahaan dapat menyusun SOP internal terkait apa yang perlu dilakukan ketika HR mengalami penurunan kondisi, seperti redistribusi tugas, pemberian cuti, atau penyesuaian sementara terhadap tanggung jawab tertentu.
Hal ini memastikan operasional HR tetap berjalan tanpa menambah tekanan pada individu.
Baca juga: Mood Swing: Pengertian, 7 Penyebab dan Cara Mengatasinya
Pencegahan Bipolar Disorder di Lingkungan HR
Mencegah munculnya bipolar disorder pada HR bukan hanya soal menjaga kesehatan mental individu, tetapi juga menciptakan lingkungan kerja yang mendukung stabilitas emosional.
Perusahaan dapat meminimalkan risiko ini dengan memastikan beban kerja HR tetap manusiawi, menyediakan ruang diskusi terbuka tentang kesehatan mental, serta menciptakan budaya kerja yang menghargai batasan personal.
Selain itu, HR perlu didukung dengan pelatihan manajemen stres, sistem kerja yang terstruktur, dan akses mudah ke profesional kesehatan mental.
Pendekatan preventif yang menyeluruh membuat HR dapat bekerja secara optimal tanpa mengorbankan kondisi psikologisnya.
Dukung Kesehatan Mental HR dengan Sistem Kerja yang Lebih Efisien Bersama LinovHR

Lingkungan kerja yang penuh tekanan dapat menjadi salah satu pemicu gangguan mood pada HR, terutama ketika beban administrasi terlalu berat dan proses kerja tidak efisien.
LinovHR hadir sebagai solusi untuk meringankan tekanan tersebut melalui Software HRIS yang terintegrasi, membantu HR mengelola absensi, cuti, payroll, rekrutmen, hingga performance appraisal secara otomatis.
Dengan proses kerja yang lebih ringan dan efisien, HR dapat fokus pada pengambilan keputusan strategis tanpa terbebani tugas administratif yang melelahkan.
Implementasi LinovHR bukan hanya meningkatkan produktivitas, tapi juga mendukung terciptanya lingkungan kerja yang lebih sehat, baik secara operasional maupun mental.
Ingin meringankan beban kerja HR dan menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat?
Ajukan demo gratis sekarang dan rasakan perbedaan sistem HR yang lebih efisien dan human friendly!

